INOVASI PEMBIAYAAN AKAD SALAM BERBASIS IT DI PERBANKAN SYARIAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sistem Operasional Bank Syariah
Dosen Pengampu : Gita Danupranata, S.E.,
M.M.
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Winceh Herlena (20140730007)
Peni Damayanti (20140730019)
Arinda Nuraeni (20140730043)
Lisa Listiqomah (20140730044)
Inayatul Ilahiyah (20140730052)
Kelas A
Ekonomi
dan Perbankan Islam
Fakultas
Agama Islam
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
2016
PENDAHULUAN
Tak bisa
dibantah, bahwa terdapat hubungan yang kuat antara inovasi produk dengan
pengembangan pasar bank syariah, artinya, semakin inovasi bank syariah membuat
produk membuat produk, semakin cepat pula pasar berkembang. Maka, lemahnya
inovasi produk bank syariah, bagaimanapun berimbas secara signifikan kepada
lambatnya pengembangan pasar (market
expansion). Lemahnya inovasi produk dan pengembangan pasar (market expansion) bank syariah harus segera diatasi, agar akselerasi
pengembangan bank syariah lebih cepat. Inovasi produk diperlukan agar bank
syariah bias lebih optimal dalam memanfaatkan fenomena global. Karena itu harus
melakukan inisiatif akselerasi luar biasa dalam pengembangan pasar dan
pengembangan produk.
Adapun dalam
pembahasan ini kelompok kami akan membahas mengenai inovasi pembiayaan akad
salam berbasis IT.
PENGERTIAN BAI’ AS-SALAM
Secara bahasa, salam (سلم) adalah al-i'tha'(الإعطاء) dan at-taslif (التسليف).
Keduanya bermakna pemberian. Ungkapan aslama ats tsauba lil
al-khayyathbermakna : dia telah menyerahkan baju kepada penjahit.
Sedangkan
secara istilah syariah,
akad salam sering didefinisikan
oleh para fuqaha secara umumnya menjadi: (بيع موصوف في الذمة ببدل يعطى عاجلا). Jual-beli
barang yang disebutkan
sifatnya dalam tanggungan
dengan imbalan (pembayaran) yang
dilakukan saat itu juga.
Penduduk Hijaz mengungkapkan akad pemesanan barang dengan istilah salam,
sedangkan penduduk Irak menyebutnya Salaf.
Jual beli
salam adalah suatu benda yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan atau memberi
uang didepan secara tunai, barangnya diserahkan kemudian/ untuk waktu yang
ditentukan. Menurut ulama syafi’iyyah akad salam boleh ditangguhkan hingga
waktu tertentu dan juga boleh diserahkan secara tunai.
Secara lebih rinci salam didefenisikan dengan
bentuk jual beli dengan pembayaran dimuka dan penyerahan barang di kemudian
hari (advanced payment atauforward
buying atau future sale) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal
dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.
Fuqaha menamakan jual beli ini dengan “penjualan Butuh” (Bai’ Al-Muhawij). Sebab ini adalah
penjualan yang barangnya tidak ada, dan didorong oleh adanya kebutuhan mendesak
pada masing-masing penjual dan pembeli.
Pemilik modal membutuhkan untuk membeli barang, sedangkan pemilik barang butuh
kepada uang dari harga barang. Berdasarkan ketentuan-ketentuannya, penjual bisa
mendapatkan pembiayaan terhadap penjualan produk sebelum produk tersebut
benar-benar tersedia.
B. LANDASAN
SYARIAH
Landasan syariah transaksi bai’ as-Salam terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadist.
a. Al-Quran
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (Al- Baqarah: 282).
Dan utang secara umum
meliputi utang-piutang dalam jual beli salam,dan utang-piutang dalam jual beli
lainnya. Ibnu Abbas telah menafsirkan tentang utang-piutang dalam jual beli
salam.
Dalam kaitan ayat di atas Ibnu Abbas menjelaskan
keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai’
as-Salam, hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau: “Saya bersaksi bahwa salam (salaf) yang dijamin untuk jangka waktu
tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya.” Ia
lalu membaca ayat tersebut.
b. Al-Hadist
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَدِمَ
اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اَلْمَدِينَةَ, وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي
اَلثِّمَارِ اَلسَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ, فَقَالَ: ( مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ
فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ, وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ, إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِلْبُخَارِيِّ: مَنْ أَسْلَفَ فِي شَيْءٍ
Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam datang ke
Madinah dan penduduknya biasa meminjamkan buahnya untuk masa setahun dan dua
tahun. Lalu beliau bersabda: "Barangsiapa meminjamkan buah maka hendaknya
ia meminjamkannya dalam takaran, timbangan, dan masa tertentu." Muttafaq
Alaihi. Menurut riwayat Bukhari: "Barangsiapa meminjamkan sesuatu."
وَعَنْ عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، وَعَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي
أَوْفَى -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَا:( كُنَّا نُصِيبُ اَلْمَغَانِمَ مَعَ
رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَكَانَ يَأْتِينَا أَنْبَاطٌ مِنْ أَنْبَاطِ
اَلشَّامِ, فَنُسْلِفُهُمْ فِي اَلْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالزَّبِيبِ - وَفِي رِوَايَةٍ:
وَالزَّيْتِ - إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى. قِيلَ: أَكَانَ لَهُمْ زَرْعٌ? قَالَا:
مَا كُنَّا نَسْأَلُهُمْ عَنْ ذَلِك) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Abdurrahman Ibnu Abza dan Abdullah Ibnu Aufa
Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami menerima harta rampasan bersama Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Dan datanglah beberapa petani dari Syam, lalu
kami beri pinjaman kepada mereka berupa gandum, sya'ir, dan anggur kering
-dalam suatu riwayat- dan minyak untuk suatu masa tertentu. Ada orang bertanya: Apakah mereka mempunyai tanaman? Kedua perawi
menjawab: Kami tidak menanyakan hal itu kepada mereka. (HR. Bukhari).
Abdullah
bin Abu Mujalid r.a. berkata, Abdullah bin Syadad bin Haad pernah berbeda
pendapat dengan Abu Burdah tentang salaf. Lalu mereka utus saya kepada Ibnu Abi
Aufa.Lantas saya tanyakan kepadabya perihal iti.Jawabnya.‘Sesungguhnya pada
masa Rasulullah Saw., pada masa Abu Bakar, pada masa Umar, kami pernah
mensalafkan gandum, sya’ir, buah anggur, dan kurma. Dan saya pernah pula
bertanya kepada Ibnu Abza, jawabnya pun seperti itu juga.(Bukhari).
Dari berbagai
landasan di atas, jelaslah bahwa akad salamdiperbolehkan
sebagai kegiatan bemuamalah sesama manusia.
C.
RUKUN BAI’ AS-SALAM
Pelaksanaan bai’ as-Salam harus memenuhi sejumlah
rukun sebagai berikut:
1.
Muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang.
2.
Muslam ilaih (penjual) adalah pihak yang memasok barang pesanan.
3.
Modal atau uang. Ada pula yang menyebut harga (tsaman).
4.
Muslan fiih adalah barang yang dijual belikan.
5.
Shigat adalah ijab dan qabul.
D.
SYARAT JUAL BELI SALAM
1. Pihak-pihak yang berakad disyaratkan dewasa, berakal, dan baligh.
2. Barang yang dijadikan obyek akad disyaratkan jelas jenis, ciri-ciri, dan
ukurannya.
3. Modal atau uang disyaratkan harus jelas dan terukur serta dibayarkan
seluruhnya ketika berlangsungnya akad. Menurut kebanyakan fuqaha, pembayaran
tersebut harus dilakukan di tempat akad supaya tidak menjadi piutang penjual.
Untuk menghindari praktek riba melalui mekanisme Salam.pembayarannya tidak bisa
dalam bentuk pembebasan utang penjual.
4. Ijab dan qabul harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan tidak
terpisah oleh hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud akad.
Para imam mazhab telah
bersepakat bahwasanya jual beli salam adalah benar dengan enam syarat yaitu
jenis barangnya diketahui, sifat barangnya diketahui, banyaknya barang
diketahui, waktunya diketahui oleh kedua belah pihak, mengetahui kadar uangnya,
jelas tempat penyerahannya.
Namun
Imam Syafi’i menambahkan bahwa akad salam yang sah harus memenui syarat
in’iqad, syarat sah, dan syarat muslam fiih.
1.
Syarat-syarat In’iqad
1)
Pertama, menyatakan shigat ijab dan qabul, dengan sighat yang telah disebutkan.
2)
Kedua, pihak yang mengadakan akad cakap dalam membelanjakan harta. Artinya
dia telah baligh dan berakal karena jual beli salam merupakan transaksi harta benda, yang hanya
sah dilakukan oleh orang yang cakap membelanjakan harta, sepertihalnya akad
jual beli.
2.
Syarat Sah Salam
a.
Pertama, pembayaran dilakukan di majelis akad sebelum akad disepakati,
mengingat kesepakatan dua pihak sama dengan perpisahan. Alasannya, andaikan
pembayaran salam ditangguhkan,terjadilah transaksi yang mirip dengan jual beli
utang dan piutang, jikaharga berada dalam tanggungan. Disamping itu akad salam
mengandung gharar.
b.
Kedua, pihak pemesan secara khusus berhak menentukan tempat penyerahan barang
pesanan, jika dia membayar ongkos kirim barang. Jika tidak maka pemesan tidak
berhak menentukan tempat penyerahan. Apabila penerima pesanan harus menyerahkan
barang itu di suatu tempat yang tidak layak dijadikan sebagai tempat
penyerahan. misalnya gurun sahara,, atau
layak dijadikan tempat penyerahan barang tetapi perlu biaya
pengangkutan, akad salam hukumnya tidak sah.
3.
Syarat Muslam Fiih (barang
pesanan)
Ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam barang pesanan, yaitu sebagai
berikut:
a. Pertama, barang pesanan harus
jelas jenis, bentuk, kadar, dan sifatnya. Ia dapat diukur dengan karakteristik
tertentu yang membedakannya dengan barang lain dan tentu mempunyai fungsi yang berbeda pula seperti
beras tipe 101, gandum,jagung putih, jagung kuning dan jenis barang lainnya.
Barang seperti lukisan berharga dan barang-barang langka tidak dapat dijadikan
barang jual beli salam. Penyebutan
karakteristik tersebut sangat perlu dilakukan untuk menghindari ketidakjelasan
barang pesanan.
b. Kedua, barang pesanan dapat
diketahui kadarnya baik berdasarkan takaran, timbangan, hitungan perbiji, atau
ukuran panjang dengan satuan yang dapat diketahui. Disyaratkan menggunakan
timbangan dalam pemesanan buah-buahan yang tidak dapat diukur dengan takaran.
c. ‘Abdullah ibn Mas‘ud melarang adanya kontrak salam
pada binatang. Tetapi ‘Abdullah ibn ‘Umar membolehkannya jikapembayaran
ditentukan pada waktu yang telah disepakati.Hal ini menunjukkan bahwa para
sahabat terus mengizinkan praktek penjualan di muka.
d. Ketiga, barang pesanan harus
berupa utang (sesuatu yang menjadi tanggungan).
e. Keempat, barang pesanan dapat diserahkan begitu jatuh tempo penyerahan. Barang
yang sulit diserahkan tidak boleh diperjual belikan, karena itu dilarang alam
akad salam.
Hal-hal lain yang terkait dengan transaksi salam dapat diuraikan sebagai
berikut:
Ketentuan
Pembiayaan Bai as-Salam sesuai dengan
Fatwa No.05/1 DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000.
a)
Ketentuan Pembayaran Uang Kas:
i.
Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat;
ii.
Dilakukan saat kontrak disepakati (inadvance); dan
iii.
Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra’ (pembebasan utang).
contoh pembeli mengatakan kepada petani (penjual) “Saya beli padi Anda sebanyak
1 ton dengan harga Rp 10 juta yang pembayarannya/uangnya adalah Anda saya
bebaskan membayar utang Anda yang dahulu (sebesar Rp 2 juta)”. Pada kasus ini
petani memang memiliki utang yang belum terbayar kepada pembeli, sebelum
terjadinya akad salam tersebut.
iii.
Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan ber- dasarkan
kesepakatan;
iv.
Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanya (qabadh).
Ini prinsip dasar jual beli; dan
v.
Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
c)
Penyerahan Barang sebelum Tepat Waktu:
i.
Penjual wajib menyerahkan barang tepat waktu dengan kualitas dan
kuantitas yang disepakati;
ii.
Bila penjual menyerahkan barang, dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh
iii.
Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih rendah, dan
pembeli rela menerimanya, maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga
(diskon); dan
iv.
Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati
dengan syarat: kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan tidak
boleh menuntut tambahan harga.
Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan
atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli
memiliki dua pilihan:
1.
Membatalkan kontrak dan meminta kembali uang.
2.
Menunggu sampai barang tersedia.
Pembatalan kontrak boleh
dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak, dan jika terjadi di antara
kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui pengadilan agama
sesuai dengan UU No. 3/2006 setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Para pihak dapat juga memilih BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) dalam
penyelesaian sengketa.Tetapi jika lembaga ini yang dipilih dan disepakati sejak
awal, maka tertutuplah peranan pengadilan agama.
Menentukan
Waktu Penyerahan Barang
Tentang periode
minimum pengiriman, para fuqaha memiliki pendapat berikut:
a.
Hanafi menetapkan periode penyerahan barang pada satu bulan. Untuk
beberapa penundaan,selambat-lambatnya adalah tiga hari. Tapi, jika penjual
meninggal dunia sebelum penundaan berlalu, salam mencapai kematangan. Dalam
Ketentuan Umum tentang Akad, pasal 89 menyebutkan “Jika penjual meninggal dan
jatuh pailit setelah menerima pembayaran tetapibelum menyerahkan barang yang
dijual kepada pembeli,barang tersebut dianggap barang titipan kepunyaan pembeli
yang ada di tangan penjual.
b.
Menurut Syafi’i salam dapat segera dan tertunda.
c.
Menurut Malik, penundaan tidak boleh kurang dari 15 hari.
E.
SALAM PARALEL
1.
Pengertian
Salam paralel yaitu
melaksanakan dua transaksi bai’ as-Salam antara bank dengan nasabah, dan
antara bank dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya secara
simultan.
Dewan Pengawas Syariah
Rajhi Banking & Investment Corporation telah menetapkan fatwa yang
membolehkan praktek salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam kedua tidak tergantung
pelaksanaan akad salam yang pertama.
Beberapa ulama kontemporer
melarang transaksi salam paralel terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu
dilakukan secara terus-menerus. Hal demikian diduga akan menjurus kepada riba.
2.
Ketentuan Umum
a.
Pembatalan kontrak
Pembatalan kontrak dengan
pengembalian uang pembelian, menurut jumhur ulama, dimungkinkan dalam kontrak salam. Pembatalan
penuh pengiriman muslam fihi dapat dilakukan sebagai ganti pembayaran kembali seluruh modal salam yang
telah dibayarkan. Demikian juga pembatalan sebagian penyerahan barang dapat
dilakukan dengan mengembalikan sebagian modal.
b. Penyerahan muslam fihi sebelum atau pada waktunya.
Muslam
ilaih harus menyerahkan muslam fihi tepat pada waktunya dengan kualitas dan kuantitas sesuai
kesepakatan.Jika muslam ilaih menyerahkan muslam fihi dengan kualitas yang lebih tinggi, muslam harus
menerimanya dengan syarat bahwa muslam
ilaih tidak meminta harga yang
lebih tinggi sebagai ganti kualitas yang lebih baik tersebut.
Jika muslam ilaih mengantar muslam fihi dengan kualitas lebih rendah, pembeli mempunyai pilihan untuk menolak
atau menerimanya.Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya muslam ilaih menyerahkan muslam fihi yang berbeda dari yang telah disepakati.
Muslam
ilaih dapat menyerahkan muslam fihi lebih cepat dari yang telah disepakati, dengan beberapa syarat:
a)
Kualitas
dan kuantitas muslam fihi telah disepakati.
b)
Kualitas
dan kuantitas muslam fihi tidak lebih tinggi dari kesepakatan.
c)
Kualitas
dan kuantitas muslam fihi tidak lebih rendah dari kesepakatan.
d)
Jika
semua atau sebagian muslam fihi tidak tersedia pada waktu penyerahan, muslam
mempunyai dua pilihan. Pertama, membatalkan kontrak dan meminta kembali
uangnya. Kedua, menunggu sampai muslam
fihi tersedia.
3. Perbedaan Bai’ as Salam dengan Ijon
Banyak orang yang
menyamakan bai’ as salam dengan ijon Padahal, terdapat perbedaan besar di antara keduanya.
Dalamijon, barang yang dibeli tidak diukur atau ditimbang secara jelas dan
spesifik.Demikian juga penetapan harga beli, sangat tergantung kepada keputusan
sepihak si tengkulak yang sering kali sangat dominan dan menekan petani yang
posisinya lebih lemah. Sedangkan transaksi bai 'as salam mengharuskan adanya 2 hal:
a.
Pengukuran
dan spesifikasi barang yang jelas. Hal ini tercermin dari hadits Rasulullah
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. "Barangsiapa melakukan transaksi salaf (salam), maka
hendaklah ia melakukan dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, untuk
jangka waktu yang jelas pula."
b.
Adanya
keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Hal ini terutama dalam
penyepakati harga. Allah berfirman: "Kecuali
denganjalanperniagaanyang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian." (Q.S. An Nisa: 29).
Untuk memastikan adanya
harga yang “fair” ini pemerintah diwajibkan melakukan pengawasan dan pembinaan.
Contoh
Ijon:
Pembeli membeli beras yang saat itu masih
belum dipanen sebanyak satu hektar, dan diantar pada saat panen.
Contoh
Bai’ as Salam:
Pembeli membeli padi sebanyak satu ton padi
dari petani yang diantar pada waktu panen.
Pada contoh ijon terdapat
spekulasi yang akan merugikan salah satu pihak. Jika pembeli memperkirakan
hasil panen sebanyak lima ton dan membayar seharga itu, sedangkan kenyataannya
menghasilkan tujuh ton, maka petani merugi. Ia tidak bisa menikmati duaton
kelebihannya. Tetapi sebaliknya, jika hasilnya hanya tiga ton maka pembeli yang
merugi karena telah membayar seharga lima ton.
Pada contoh bai' as salam, petani hanya menjual sebagian dari produknya. Kalau terjadi gagal
panen, ia hanya wajib menyediakan padi sebanyak yang dapat dipenuhinya.
4. Aplikasi dalam Perbankan
Bai’ as salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu
yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah
barang seperti padi, jagung, dan cabai dan bank tidak bemiat untuk menjadikan
barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, maka
dilakukan akad bai’as salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, dan
grosir. Inilah yang dalam perbankan Islam dikenal sebagai salam paralel.
Bai ’ as salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang industri, misalnya
produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum.
Caranya, saat nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank
mereferensikan penggunaan produk tersebut.Hal itu berarti bahwa bank memesan dari
pembuat garmen tersebut dan membayamya pada waktu pengikatan kontrak.Bank
kemudian mencari pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah
direkomendasikan oleh produsen garmen tersebut Bila garmen itu telah selesai
diproduksi, produk tersebut diantarkan kepada rekanan tersebut. Rekanan kemudian
membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun tunai.
5. Risiko dan Manfaat
Berdasarkan sifatnya yang
paralel, bai'as salam mengandung risiko berdasarkan sifatnya yang simultan, salam paralel memiliki beberapa manfaat dan risiko yang harus diantisipasi oleh bank
syariah, di antaranya:
a.
Default.Jika pemasok tidak bisa mendatangkan barang yang dipesan karena lalai
atau menipu. Maka, bank tidak bias memenuhi barang yang diminta oleh pembeli.
b.
Tak
terjual, bank tidak bisa mencari pembeli dari barang salam. Hal terjadi jika pemasok mengantarkan barang
yang tidak sesuai dengan kesepakatan saat kontrak.
c.
Harga,
harga barang ketika diantar lebih rendah dari harga yang disepakati dengan
penjual saat kontrak.
Manfaat bai’as salam adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual kepada
pembeli.
6.
Skema Aplikasi
Jual Beli Salam di Perbankan Syariah
Skema jual beli salam yang dapat
diaplikasikan dalam perbankan syariah adalah seperti pada Gambar berikut.
Keterangan:
Koperasi petani mangga harum manis memerlukan bantuan dana untuk
mensukseskan panen anggota-anggotanya tahun depan terhitung dari sekarang.
Untuk itu, koperasi petani tersebut mendatangi bank syariah dan menawarkan
skema jual beli salam agar bank syariah tidak rugi dan petanipun dapat panen
dengan baik. Maka prosesnya adalah sebagai berikut:
1.
Bank
syariah membeli 10 ton mangga harum manis dari koperasi petani buah mangga
harum manis dengan harga Rp. 50.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli
salam untuk 1 tahun kedepan.
2.
Bank
syariah membayar tunai kepada koperasi tersebut sebesar: Rp.50.000,- x 1000 x
10 = Rp. 500.000.000,- .
3.
Bank
syariah menjual kepada pemborong buah mangga harum manis dengan harga
Rp.55.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli salam untuk 1 tahun
kedepan.
4.
Pemborong
membayar tunai kepada bank syariah sebesar: Rp.55.000,- x 1000 x 10 =
Rp.550.000.000,-.
5.
Setelah
satu tahun berlalu, koperasi petani mengirimkan mangga harum manis dengan
jumlah dan kualitas sesuai pesanan kepada bank syariah.
6.
Bank
syariah kemudian mengirimkan buah-buah tersebut kepada pemborong.
7.
Pemborong
menjual mangga harum manis di pasar buah dengan harga Rp.100.000,- per
kilogram.
8.
Pemborong
mendapatkan keuntungan dari penjualan mangga di pasar buah.
Dari penjelasan dalam skema di atas, terlihat bahwa semua yang terlibat
dalam jual beli salam mendapatkan keuntungan mereka masing-masing. Para petani
mendapatkan keuntungan berupa panen yang baik dengan hasil yang memuaskan
disebabkan keperluan-keperluan mereka dalam mengelola perkebunan tersebut dapat
terpenuhi dengan uang tunai yang dibayarkan di muka oleh pihak bank syariah.
Sedangkan pihak bank syariah mendapatkan keuntungan sebesar lima puluh juta
rupiah yang merupakan selisih harga jual kepada pemborong dengan harga beli
dari petani mangga. Dan pihak pemborong mendapatkan keuntungan dari selisih
harga beli dari bank syariah dengan harga jual di pasar buah.
Memang resiko yang ditanggung oleh pihak bank dan pemborong cukup besar,
utamanya ketika prospek harga barang tersebut ke depannya tidak terlalu
positif. Oleh karena itu, sikap kehati-hatian bank dalam model jual beli ini
sangatlah tinggi, dan skema ini pada akhirnya memang tidak dapat diterapkan
untuk semua jenis produk atau hasil pertanian, hanya pada jenis-jenis hasil
pertanian yang dapat diramalkan bagus.
INOVASI PEMBIAYAAN AKAD SALAM BERBASIS IT
Berkembangnya teknologi akan
mempermudah segala urusan, tak terkecuali pelayanan jasa yang ada di perbankan
syariah di Indonesia. Pelayanan yang mudah, praktis dan sesuai dengan syar’i
tentunya sangat berpotensi dalam perkembangan bank syariah untuk meningkatkan
market share perbankan syariah. Inovasi perbankan syariah yang penulis usulkan
adalah “Inovasi Pembiayaan Akad Salam Berbasis IT”
Mekanisme pembiayaan akad salam
berbasis IT
1. Pihak 1
(nasabah) yang ingin mengajukan pembiayaan akad salam dipermudah melakukan akad
salam melalui media elektronik, seperti aplikasi video call smartphone, telephon
secara langsung maupun melalui email.
2. Pihak 2
(bank syariah) sebagai penjual, mengirimkan syarat-syarat akad salam dan
formulir pengajuannya melalui email.
3. Pihak 1
(nasabah) melengkapi persyaratan dan mengisi formulir-formulir pengajuan
pembiayaan akad salam, serta menuliskan spesifikasi barang dan waktu
penyerahannya.
4. Pihak 2
(bank syariah) akan memberikan konfirmasi tentang persetujuan dari pengajuan
pembiayaan akad salam.
5. Jika
telah disetujui, maka pihak 1 (nasabah) akan membayar harga barang yang di
pesan melalui transfer ke bank tersebut.
6. Tempat
penyerahan barang akan dilakukan sesuai dengan kesepakatan pada saat akad.
KESIMPULAN
Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan di muka.Prinsip yang harus dianut adalah harus
diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang, dan hukum awal
pembayaran harus dalam bentuk uang.
Dalam transaksi Bai’ as Salam harus memenuhi 5 (lima) rukun yang
mensyaratkan harus ada pembeli, penjual, modal (uang), barang, dan ucapan (sighat).
Inovasi akad salam berbasis IT
dalam pelayanan jasa akan semakin mempermudah nasabah. Selain itu dengan
berkembangnya inovasi yang kreatif dan sesuai dengan syar’i tentunya sangat
berpotensi dalam perkembangan bank syariah untuk meningkatkan market share
perbankan syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar